.. pemilu kali ini lain dari biasanya! Semua orang antusias semua orang bersuka cita. Tapi dari PEMILU kali ini semuanya udah kelewat batas! karena semua orang udah gak memakai akal sehat mereka. 2 calon ini sukses menyebarkan kebencian di seluruh Indonesia, timses mereka sukses mengadu domba masyarakat untuk saling membenci, mencela, mencaci maki dan memfitnah.
Dari kedua calon ini, kita di ajari untuk meng expose aib dari masing masing orang yang menghalangi. Kalau mau menggunakan common sense, masa iya sih seorang Presiden Indonesia punya aib? Masa iya kita rakyat Indonesia mau di pimpin oleh seorang pemimpin gak kertas hidupnya penuh tinta merah?
Saya tidak pernah tertarik membicarakan politik, apalagi di rumah karena biar sepintar apapun saya membicarakan politik di rumah saya gak pernah menang melawan Ibu dan Bapak saya walhasil bisa-bisa saya gak boleh menginjakkan kaki saya di rumah orang tua .. ya itu dia didikan orang tua saya mereka masih menganggap saya anak "sekolah" yang belum cukup umur utk menyuarakan pemikiran saya mengenai politik negara. Makanya saya lebih prefer membicarakan hal yang general sama kedua orang tua saya, seperti gosip artis ataupun cerita cerita tentang keluarga besar atau cerita tentang kakak-kakak saya maupun keponakan.
Tapi sekarang PEMILU ini mulai mengganggu saya, karena tidak ada hujan tidak ada angin, sudah 5 hari saya mendadak di diemin sama ayah dan ibu saya seolah saya melakukan kesalahan besar hingga menyebabkan damage dalam keluarga. Padahal saya tidak pernah membicarakan mengenai pilihan saya kepada mereka, dan saya tidak pernah mengutarakan keberatan saya atas kedua kandidat tersebut. Hanya karena BBG yang mengolok-ngolok calon juara Ibu saya, saya harus menanggung "kemarahan" ibu saya. Dan sepertinya Ibu saya tidak bisa menerima olok-olok tersebut dengan pikiran terbuka, beliau menelan bulat bulat olok-olok tersebut. Padahal kami hanya sekedar beropini dalam canda, tidak bermaksud menyinggung siapapun di BBG itu.
Kalau sudah begini saya harus minta pertanggung jawaban ke sapa? Jokowi? atau Prabowo yang sudah sukses memecah belah rakyat Indonesia? Sampe ada quick count dengan sumber yang berbeda? bukan bukan karena masing masing tidak mau mengaku kalah or masing-masing claim kemenangan mereka bukan bukan itu ... tapi jika memang maksud mereka adalah menjadi Presiden Indonesia ke 7 dan bisa menyatukan rakyat Indonesia hal ini tidak akan terjadi ... semua saling dendam, semua saling mencaci, menyebar berita fitnah, menjelek-jelekkan satu sama lain .. mana bentuk keadilan sosial dari sila ke 5 Pancasila. Saya sebagai warga negara berhak untuk tahu kenapa perpecahan itu ada semenjak adanya pencalonan Jokowi dan Prabowo? Bukannya harusnya semua dilakukan dengan damai seperti pemilu 5 tahun lalu (SBY-Boediono) .
ini sudah kelewat batas, masing-masing timses tidak tau apa yang benar dan apa yang salah masing-masing punya cara sendiri untuk menang untuk membalas dendam masa lalu mereka. Entah sapa yang tersakiti siapa yang ter zholimi sehingga mereka mengguna bangsa indonesia sebagai wacana pembalasan sakit hati mereka.
Saya gak muluk-muluk saya hanya minta kembalikan Ibu saya yang dulu, yang bisa saya ajak bercanda di akhir pekan dan ngobrol tentang gosip celebrity dan mendengarkan celotehan anak pembantu kami dirumah dan tertawa bersama. Saya mau ibu saya yang dulu tanpa ada embel-embel dia terlalu fanatik sama salah satu calon sehingga membuat beliau menjadi tegang bila dirumah, dan semua serba salah di matanya ...
Siapapun presiden RI nantinya saya hanya minta Ibu saya kembali seperti dulu, dan bisa berkomunikasi dengan tenang bersama saya di akhir pekan itu saja. Is it to much to ask?
1 comment:
Terima kasih untuk uraian ini. Politik memang hampir selalu memberikan rasa yang pahit, namun bukan berarti harus ditambah lagi dengan perilaku keras/tajam. Seperti saya sudah tulis dalam Bisikan Tentang Cinta, Bangsa, dan Dunia, kita perlu lebih dewasa dalam mencermati informasi dan meresponinya dengan kritis. Kebenaran dan persepsi punya banyak wajah yang berbeda. Sayang sekali, kebanyakan penduduk Indonesia belum mampu bersikap demikian. Diperlukan lebih banyak kecerdasan, bukannya netralitas ataupun kemasabodoan. Makanya saya lebih suka berbisik, daripada berteriak frontal tentang situasi yang ada.
Post a Comment